Sunday, February 19, 2012

Himawari no Uta



Himawari no Uta

Liburan musim panas. Entah apa saja yang akan aku lakukan puluhan hari ke depan. Tetapi satu yang pasti, tumpukan PR selalu menjadi ending yang buruk di liburan panjang ini. Aku menghela nafas. Ya, tidak ada yang berubah di musim panas kali ini. Masih sama seperti tahun-tahun yang lalu. Aku bisa merasakan terik yang sama dari matahari. Semilir angin yang sama. Dingin air laut yang sama.

Saat musim bunga matahari bermekaran datang, aku akan pergi menemuimu.

Aku masih terus mengingatnya. Dua tahun lalu, kata terakhir yang dia ucapkan sebelum pergi. Dengan kenyataan bahwa dia tidak datang tahun lalu, aku tidak lagi mempercayainya. Aku tidak akan menangis lagi. Selama ini aku selalu meyakinkan hatiku. Meski begitu tetap saja..
Toru.. Bagaimana kabarmu..?”

***

Aku duduk di meja belajar. Tentu saja bukan untuk belajar atau mengerjakan PR. Aku ingin menikmati angin dari jendela yang persis di depanku. Panas. Saat malam pun masih saja panas. Aku benci panas. Aku benci berkeringat. Aku benci saat itu. Aku benci kata-kata itu. Aku benci musim panas!
“Kakak mau kemana?”
“Cari angin.”
Aku melangkahkan kaki keluar dari rumah. Tidak ada tujuan yang pasti. Tidak ada arah yang pasti. Bersinggungan dengan angin malam pun sudah cukup menyegarkanku.
“Kenapa.. aku ada di sini?” Aku bertanya pada diriku sendiri. Tanpa sadar langkahku membawa ke tempat ini. Pantai Shingu. “Pantai ini..”
Tidak terlalu sepi untuk pantai di malam hari. Iya, ini musim panas. Beberapa kumpulan anak muda ramai bermain kembang api. Ada juga beberapa pasangan yang sedang menikmati waktu mereka. Aku memilih untuk lebih mendekat ke laut. “Nah, begini lebih nyaman.” Sepasang sandal berwarna hijau muda kujinjing di tangan kiri.
“La la la la la la la~” Aku menggumamkan sebuah lagu yang tidak kuhafal liriknya. Menyusuri sepanjang pantai seperti ini ternyata sangat menyenangkan. Air laut yang menggelitik, seolah mengajakku menari. Angin yang tak lelah mengalun, menjadi musik yang menemaniku. 
Langkahku terhenti. Aku menengadah ke langit. “Cantiknya..” Ribuan bintang terlihat lebih bercahaya malam ini. Terlihat lebih dekat. Apakah kau juga sedang melihatnya, Toru?
Air mataku jatuh. Semakin ingin kutahan, semakin deras mengalir. “Kenapa.. ” Cepat-cepat kuusap pipiku, berusaha menghilangkan jejaknya. Percuma. Aku pun menyerah, membiarkan perasaan ini menyelimutiku, lagi.
Kenangan di tempat ini kembali muncul. Dua tahun yang lalu. Dia yang membalikkan badan. Dia yang mengikat janji. Dia yang pergi. Memang semua masih sama. Tidak ada yang berubah. Perasaan ini..

Saat musim bunga matahari bermekaran datang, aku akan pergi menemuimu.

Sekali lagi. Sekali lagi aku ingin mempercayai kata-kata itu.
Aku menarik nafas dalam-dalam dan menghembuskannya perlahan. Aku mengangkat kepalaku yang semula tertunduk, mengusap air mata di pipi dan sudut mataku. Kurasakan angin yang berhembus lembut, mencoba menenangkanku. “Terima kasih..”

“Kau di sini ternyata, Pendek!”
Eh? Panggilan itu.. Suara itu.. Aku membalikkan badan.
“Tadi kata adikmu kau keluar. Tapi dia nggak tahu kau ke mana. Terpaksa aku harus mencarimu dulu. Ah, merepotkan sekali. Lain kali kalau.. Hei, kenapa wajahmu seperti itu?” Laki-laki itu tertawa, masih dengan terengah-engah.
Aku hanya bisa terdiam dan melihatnya tersenyum.

“Tadaima.”

“..Okaeri, Toru.”


_________________________________________________

#YUI17Melodies project based on YUI's song, Sea.

*Himawari no Uta : Sunflower Song